Yesica Sitorus, 20 Maret 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut etimologi, kata negara berasal dari kata staat (Belanda dan Jerman); state (Inggris); etat (Prancis); status atau
statum (Latin). Kata tersebut berarti
“meletakkan dalam keadaan berdiri”. Negara adalah kelanjutan dari keinginan
manusia untuk bergaul dengan orang lain dalam rangka menyempurnakan segala
kebutuhan hidupnya. Semakin luas pergaulan manusia, semakin banyak pula
kebutuhannya, sehingga bertambah besar kebutuhannya akan suatu organisasi
negara yang dapat melindungi dan memelihara keselamatan hidupnya.
Negara merupakan bentuk kolaborasi anatar keluarga yang
mencakup dari beberapa desa, hingga kahirnya mampu berdiri sendiri, dan
memiliki tujuan mendapatkan kesenangan dan kehormatan (Aristoteles). Negara
merupakan bentuk wilayah yang ada dipermukaan bumi dengan bermacam-macam
kekuasaan, adapun kekuasaan itu meliputi militer, politik, ekonomi, sosial
hingga budaya yang mana seluruhnya oleh pemerintah yang ada di negara tersebut
(Kranwer).
Jadi kesimpulan negara dari dua pengertian menurut para
ahli diatas adalah negara merupakan bentuk wilayah yang mencakup dari beberapa
desa dan mampu berdiri sendiri dimana ada kekuasaan yang mana seluruhnya ada
pemerintah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
fungsi dari satu negara?
2.
Bagaimana
bentuk-bentuk negara?
3.
Bagaimana
hubungan islam dan negara?
4.
Bagaimana
konsep relasi agama dan negara?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahu dan memahami fungsi dari satu negara
2.
Untuk
mengetahui dan memahami bentuk-bentuk negara
3.
Untuk
mengetahui dan memahami hubungan islam dan negara
4.
Untuk
mengetahui dan memahami konsep relasi agama dan negara
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fungsi Negara
Fungsi
negara secara umum ada empat, yakni untuk melaksanakan ketertiban dan keamanan,
fungsi kemakmuran dan kesejahteraan, fungsi pertahanan dan keamanan serta
fungsi menegakkan keadilan. Berikut merupakan penjelasan fungsi-fungsi negara
secara umum.
1.
Melaksanakan Penertiban (Law And Order)
Fungsi
negara yang pertama adalah fungsi pengaturan dan ketertiban. Fungsi ini sangat
penting, terutama dalam mencegah bentrokan-bentrokan maupun pertikaian dan
penyebab tawuran yang mungkin timbul dalam masyarakat yang menjadi salah satu
faktor penghalang proses tercapainya tujuan-tujuan negara.
2.
Fungsi Kemakmuran dan Kesejahteraan
Fungsi
ini semakin penting seiring berjalannya waktu, terutama bagi negara yang
menganut paham negara kesejahteraan (welfare staat). Maknanya negara berupaya
agar masyarakat dapat hidup dan sejahtera, terutama dibidang ekonomi dan sosial
masyarakat.
Untuk
itu, negara melakukan berbagai macam upaya seperti pembangunan di segala bidang
serta berusaha untuk selalu menciptakan kondisi perekonomian yang selalu
stabil.
3.
Fungsi Pertahanan dan Keamanan
Fungsi
ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan terjadinya serangan dari luar. Fungsi
negara yang satu ini sangat penting karena menyangkut keberlangsungan sebuah negara
tersebut.
Negara
wajib nampu melindungi rakyatnya, wilayah dan pemerintahannya dari berbagai
ancaman, tantangan, serangan dan gangguan baik dari dalam negeri maupun dari
luar negeri. Maka dari itu, penting bahwa negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan
serta personil keamanan yang terlatih dan tangguh.
4.
Fungsi Keadilan
Fungsi
negara ini dilaksanakan oleh badan penegak hukum, khususnya badan-badan
peradilan. Negara harus dapat menegakkan hukum secara tegas dan tanpa adanya
unsur kepentingan tertentu menurut hak dan kewajiban yang telah di
kontribusikan kepada bangsa dan negara.
B. Bentuk Negara
Bentuk negara berdasarkan teori negara modern saat ini
terbagi atas dua bagian, yaitu negara kesatuan (unitairisme) dan negara serikat
(federasi).
a. Negara
Kesatuan
Negara kesatuan merupakan bentuk negara yang merdeka dan
berdaulat dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh
daerah. Dalam pelaksanaanya, negara kesatuan terdiri atas dua jenis, yaitu
sebagai berikut.
1)
Negara
kesatuan dengan sistem sentralisasi. Dalam sistem ini seluruh persoalan yang
berkaitan dengan negara diatur dan diurus langsung oleh pemerintah pusat.
Pemerintah daerah tinggal melaksanakannya saja.
2)
Negara
kesatuan dengan sistem desentralisasi. Sistem desentralisasi merupakan
kebalikan dari sistem sentralisasi. Kepala daerah diberi kesempatan dan
kekuasaan untuk mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Sistem ini dikenal
sebagai otonomi daerah atau swantantra. Secara umum bentuk negara memiliki ciri
sebagai berikut.
a)
Kedaulatan
negara mencakup kedaulatan ke dalam dan keluar yang ditangani oleh pemerintah
pusat.
b)
Negara
hanya memiliki satu undang-undang dasar, satu kepala negara, satu dewan
menteri, dan satu dewan perwakilan rakyat.
c)
Hanya
ada satu kebijaksanaan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial
budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Contoh negara yang berbentuk kesatuan, antara lain
Indonesia, Filipina, Belanda, Italia, dan Jepang.
b. Negara
Serikat
Negara
serikat merupakan bentuk negara gabungan ari beberapa negara bagian. Negara
bagian tersebut pada awalnya merupakan negara yang merdeka
a.
Tiap
Negara bagian berstatus tidak berdaulat, namun kekuasaan asli tetap ada pada
Negara bagian.
b.
Kepala
Negara dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat.
c.
Pemerintah
pusat memperoleh kedaulatan dari Negara-negara bagian untuk urusan ke luar dan
sebagian ke dalam.
d.
Setiap
Negara bagian berwenang membuat UUD sendiri selama tidak bertentangan dengan
pemerintahan pusat.
e.
Kepala
Negara memiliki hak veto (pembatalan keputusan) yang diajukan oleh parlemen
(senat dan kongres).Negara serikat (federal) adalah
suatu negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara, yang
menjadi negara-negara bagian dari negara serikat itu.
C. Hubungan Islam Dengan
Negara
Di
Indonesia, hukum Islam tidak bisa dimatikan dalam sistem hukum kenegaraan
kita.”kita akan kaji bahwa Islam tidak pernah meninggalkan negara. Dalam
konteksnya, terdapat 3 pandangan posisi agama dan negara yaitu;
Pertama,
agama tidak mendapat tempat sama sekali dalam kehidupan bernegara. Agama
dipandang sebagai sesuatu yang berbahaya bagaikan candu bagi masyarakat. Agama
dipandang sebagai ilusi belaka yang diciptakan kaum agamawan yang berkolaborasi
dengan penguasa borjuis, dengan tujuan untuk meninabobokkan rakyat sehingga
rakyat lebih mudah ditindas dieksploitir dan. Agama dianggap khayalan, karena
berhubungan dengan hal-hal ghaib yang non-empirik. Segala sesuatu yang ada,
dalam pandangan ini, adalah benda (materi) belaka. Inilah pandangan
ideologi Komunisme-Sosialisme, yang menganut ideologi serupa- sudah
bermetamorfosis menjadi kapitalisme.
Kedua, Agama
Terpisah dari Negara. Pandangan ini tidak menafikan agama, tetapi hanya menolak
peran agama dalam kehidupan publik. Agama hanya menjadi urusan pribadi antara
manusia dengan Tuhan, atau sekedar sebagai ajaran moral atau etika bagi
individu, tetapi tidak menjadi peraturan untuk kehidupan bernegara dan
bermasyarakat, seperti peraturan untuk sistem pemerintahan, sistem ekonomi,
sistem sosial, dan sebagainya.
Pandangan
ini dikenal dengan Sekularisme, yang menjadi asas ideologi Kapitalisme
yang dianut negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa serta
negara-negara lain pengikut mereka.
Ketiga, Agama
Tidak Terpisah dari Negara, sebab agama mengatur segala aspek kehidupan,
termasuk di dalamnya aspek politik dan kenegaraan. Agama bukan sekedar urusan
pribadi atau ajaran moral yang bersifat individual belaka, melainkan pengatur
bagi seluruh interaksi yang dilakukan oleh manusia dalam hidupnya, baik
interaksi manusia dengan Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri, maupun manusia
yang satu dengan manusia yang lain. Keberadaan negara bahkan dipandanng sebagai
syarat mutlak agar seluruh peraturan agama dapat diterapkan. Inilah
pandangan ideologi Islam, yang pernah diterapkan sejak Rasulullah Saw.
berhijrah dan menjadi kepala negara Islam di Madinah
Adapun
Relevansi/implementasi hakikat konstitusi madinah dengan konstitusi
pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut:
Pertama,
Pada saat pembentukan kedua konstitusi ada suasana kebatinan yang sama yaitu
dibangun oleh berbagai kelompok agama dan suku yang berbeda.
Kedua,
Ada kemiripan yang bersifat prinsip pada UUD 1945 dan konstitusi madinah, Pada
pembukaan UUD 1945 kata “Allah” disebut 2 kali kata dan pada Konstitusi Madinah
kata “Allah” disebut 14 kali, kata “Muhammad” 5 kali, kata “Nabi” 1 kali.
Ketiga,
Adanya kalimat tauhid pada kedua konstitusi itu. Pada Muqoddimah UUD 1945
kalimat “atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa” pada konstitusi madinah
kalimat dengan nama Allah yang maha rahman dan rahim
Keempat,
terdapatnya prinsip monoteisme. Kelima, terdapatnya prinsip Persatuan dan
Kesatuan. Keenam, terdapatnya prinsip Persamaan dan
Keadilan. Ketujuh, terdapatnya Prinsip Kebebasan Beragama. Kedelapan, terdapatnya
prinsip Bela Negara. Kesembilan, terdapatnya prinsip Pelestarian Adat
yang Baik. Dan kesepuluh terdapat Prinsip Supremasi Syari’at.
Adapun
Perbedaan pada konsep Rule of Law dan rechsstaat dengan konstitusi madinah,
manusia kedudukannya dalam kedua konsep ini diletakkan dalam titik sentral pada
konstitusi madinah manusia diletakkan dalam sebuah tujuan membangun sebuah
masyarakat berdasarkan ridho Allah.
Dalam
Islam, posisi Agama dan Negara dijelaskan prinsip-prinsipnya dalam piagam Madinah
sebagai negara hukum yaitu; Prinsip Umat, Prinsip Persatuan dan Persaudaraan,
Prinsip Persamaan, Prinsip Kebebasan, Prinsip Hubungan Antar Pemeluk Agama,
Prinsip Pertahanan, Prinsip Hidup Bertetangga, Prinsip Tolong-menolong, Membela
yang Lemah dan Teraniaya, Prinsip Perdamaian, Prinsip Musyawarah, Prinsip
Keadilan, Prinsip Pelaksanaan Hukum, Prinsip Kepemimpinan, Prinsip
Ketakwaan, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.
D. Konsep Relasi Agama dan
Negara
Hubungan
antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan
dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup
bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan
makhluk sosial oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan
sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia
secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai
tujuan bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat langsung dengan
manusia karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Berdasarkan
uraian diatas konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar
ontologis manusia masing masing keyakinan manusia sangat mempengaruhi konsep
hubungan agama dan negara dalam kehidupan manusia berikut di uraikan beberapa
perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran atau paham
antara lain sebagai berikut.
1. Hubungan
Agama Dan Negara Menurut Paham Teokrasi.
Dalam
paham teokrasi hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, negara menyatu dengan agama karena pemerintahan menurut paham
ini dijalankan berdasarkan firman- firman Tuhan segala tata kehidupan
masyarakat bangasa dan negara dilakukan atas titah Tuhan dengan demikian urusan
kenegaraan atau politik dalam paham teokrasi juga diyakinkan sebagai
manifestasi Tuhan.
Sistem
pemerintahan ini ada 2 yaitu teokrasi langsung dan tidak langsung. Sistem
pemerintahan teokrasi langsung adalah raja atau kepala negara memerintah
sebagai jelmaan Tuhan adanya negara didunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan
oleh karena itu yang memerintah Tuhan pula. sedangkan sistem pemerintahan
teokrasi tidak langsung yang memerintah bukan tuhan sendiri melainkan raja atau
kepala negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Raja atau kepala negara
memerintah atas kehendak Tuhan dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara
menyatu dengan agama .agama dengan negara tidak dapat dipisahkan.
2. Hubungan
Agama Dan Negara Menurut Paham Sekuler
Paham
sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara dalam negara sekuler
tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini agama
adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain atau urusan dunia, sedangkan
urusan agama adalah hubungan manusia dengan tuhan dua hal ini menurut paham
sekuler tidak dapat dipersatukan meskipun memisahkan antara agama dan negara
lazimnya Negara sekuler mmbebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja
yang mereka yakini tapi negara tidak ikut campur tangan dalam urusan agama.
3. Hubungan
Agama Dan Negara Menurut Paham Komunisme
Paham
komunisme ini memendang hakekat hubungan agama dan negara berdasarkan filosofi
dialektis dan materialisme, histories paham ini menimbulkan paham Atheis (tak
bertuhan) yang dipelopori Karl marx, menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya
sedangkan agama dalam hal ini dianggap suatu kesadaran diri bagi manusia
sebelum menemukan dirinya sendiri.
Manusia
adalah dunia manusia sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat negara
sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis mahluk manusia dan agama
adalah keluhan mahluk tertindas. Oleh karena itu agama harus ditekan dan
dilarang nilai yang tertinggi dalam negara adalah materi karena manusia sendiri
pada hakikatnya adalah materi.
4. Hubungan
Agama Dan Negara Menurut Islam
Pendapat
pertama tentang hubungan agama dan negara dalam islam adalah agama yang
paripurna yang mencakup segala-galanya termasuk masalah negara, oleh karena itu
agama tidak dapat dipisahkan dari negara dan urusan negara adalah urusan agama serta
sebaliknya. Pendapat kedua mengatakan bahwa islam tidak ada hubungannya dengan
negara karena islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan
menurut aliran ini Nabi Muhammad tidak mempunyai misi untuk mendirikan negara.
Pendapat ketiga berpendapat bahwa islam tidak mencakup segala-galanya tapi
mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika tentang kehidupan
bermasyarakat termasuk bernegara.
5. Hubungan
Negara dan Agama Menurut Konstitusi Indonesia
Persoalan
relasi antara negara dan agama juga ada di dalam kehidupan bernegara di
Indonesia. Relasi negara dan agama di Indonesia selalu mengalami pasang surut
karena relasi antar keduanya tidak berdiri sendiri
melainkan dipengaruhi oleh persoalan-persoalan lain seperti politik, ekonomi,
dan budaya.
Pendiri
negara Indonesia menentukan pilihan yang khas dan inovatif tentang bentuk
negara dalam hubungannya dengan agama. Pancasila sila pertama, “Ketuhanan yang
Maha Esa”, dinilai sebagai paradigma relasi negara dan agama yang ada di
Indonesia. Selain itu, melalui pembahasan yang sangat serius disertai komitmen
moral yang sangat tinggi sampailah pada suatu pilihan bahwa negara Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas “Ketuhanan yang Maha Esa”. Mengingat
kekhasan unsur-unsur rakyat dan bangsa Indonesia yang terdiri dari atas
berbagai macam etnis, suku, ras dan agama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jika
dilihat secara mendalam Negara memiliki fungsi mewujudkan hak-hak warga
negaranya merujuk pendapat Friedrich Hegel, Negara merupakan organisasi yang
muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dengan kemerdekaan
universal hal ini mirip dengan apa yang dipaparkan Isiyah Berlin tentang Negara
yang memiliki fungsi untuk menjembatani pertarungan antara kebebasan positif
dan kebebasan negative.
Jadi
Negara memiliki wewenang penuh mengatur dan mengendalikan persoalan bersama
atas masyarakat. Secara umum agama diartikan sesuai dengan pengalaman dan
penghayatan individu terhadap agama yang di anutnya agama adalah kepercayaan
kepada tuhan yang maha esa serta hukum hukum yang diwahyuhkan kepada utusannya
agar penganutnya bias hidup bahagia dunia akhirat.
Sedangkan
negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang merupakan alat
untuk mengatur hubungan- hubungan individu serta menetapkan tujuan hidup
bersama dalam wilayah tersebut.
Ada
beberapa pandangan tentang hubungan agama dan negara diantaranya:menurut paham
teokrasi, paham sekuler, Paham komunisme, dan menurut islam yang kesemuanya itu
memiliki pandangan yang berbeda.
B.
Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini bisa berguna untuk
masyarakat dan para mahasiswa. Penulis menyadari bahawa penulisan masih jauh
dari kata sempurna, kedepannya saya akan lebih berhati-hati dan menjelaskan
tentang makalah ini dan dengan sumber yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, A. (2012). Syariat
Islam: Polemik Panjang Hubungan Islam dan Negara di Indonesia. Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam, 6(2),
191-204.
Azra, Azyumardi. Reposisi
Hubungan Agama dan Negara. Jakarta: Kompas, 2002.
Bustamam-Ahmad, K.
(2001). Relasi Islam dan negara: perspektif modernis dan fundamentalis. IndonesiaTera.
Setiadi, Retno
Listyarti. 2006. Pendidikan
Kewarganegaraan [ebook]. Jakarta; Penerbit
Erlangga.
Geertz, C. (1980). Negara.
Princeton University Press.
dan sumber internet lainnya
0 komentar:
Posting Komentar